cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Pengembangan Kota
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Jurnal Pengembangan Kota (ISSN: 2337-7062) adalah jurnal ilmiah berisi hasil penelitian dan telaah kritis teoritis mengenai pengembangan perkotaan meliputi: Arsitektur Perkotaan; Perancangan Kota; Ekonomi Pembangunan Wilayah dan Kota; Perumahan dan Permukiman; Perencanaan Transportasi; Perencanaan Pariwisata; Lingkungan; Pengembangan Sosial-Masyarakat Kota; dan Bidang lainnya yang terkait dengan perencanaan, pembangunan dan pengembangan Wilayah dan Kota.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue " Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013" : 6 Documents clear
PELAYANAN PASAR HARJODAKSINO DI KAWASAN PERBATASAN KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN SUKOHARJO Ulya, Himmatul; Wahyono, Hadi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.96-107

Abstract

Kawasan perbatasan merupakan kawasan permeabel yang mudah terpengaruh oleh kewenangan,  kebijakan, dan kepentingan dari dua atau lebih kawasan perbatasan. Dalam hal ini  termasuk  tentang pelayanan sarana publik. Pemanfaatan sarana publik lintas batas dapat terjadi karena berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Demikian juga fenomena yang terjadi di Pasar Harjodaksino yang terletak di kawasan perbatasan Kota Surakarta dengan Kabupaten Sukoharjo. Pedagang yang berjualan di Pasar Harjodaksino tidak hanya berasal dari Kota Surakarta saja, tetapi juga dari Kabupaten Sukoharjo, khususnya Kecamatan Grogol. Untuk itu, fenomena tersebut sangat menarik untuk diteliti lebih jauh. Berdasarkan uraian tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pelayanan Pasar Harjodaksino di kawasan perbatasan kota dan mengapa terjadi pelayanan lintas batas. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan  pelayanan Pasar Harjodaksino yang terletak di kawasan perbatasan tersebut. Untuk mencapai tujuan penelitian, metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian analisis studi kasus, sedangkan untuk metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan dan wawancara. Selanjutnya informasi tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content) dan dilanjutkan dengan analisis tematik. Kesimpulan dari temuan penelitian di atas adalah Pasar Harjodaksino yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surakarta merupakan pasar lintas daerah yang melayani Kota Surakarta dan sekitarnya karena didukung oleh sifat pengelolaan yang permisif, sarana prasarana yang memadai, dan akses yang mudah.
KARAKTERISTIK BELANJA WARGA PINGGIRAN KOTA (STUDI KASUS: KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG) Dwiyanto, Tunjung Aji; Sariffuddin, Sariffuddin
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.118-127

Abstract

Berkembangnya wilayah pinggiran karena menampung luapan tumbuhnya kota inti, pada akhirnya membentuk struktur wilayah kota yang membentuk keterkaitan sosial ekonomi antar kawasan pusat dan kawasan pinggiran sebagai wilayah pengaruh. Oleh karena itu kawasan pinggiran masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap kawasan lainnya, baik kawasan pinggiran lainnya maupun kawasan pusat kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola pergerakan berbelanja penduduk Kecamatan Banyumanik untuk memenuhi kebutuhan primer. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan teknik analisis data yaitu teknik analisis statistik deskriprif, crosstabs dan spasial statistik. Hasil penelitian pola pergerakan belanja penduduk khususnya di Kecamatan Banyumanik sesuai dengan (Miro, (2005) dimana simpul asal dan tujuan pergerakan masih di dalam kawasan/wilayah studi. Hal tersebut dipengaruhi oleh variabel jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan jumlah pengeluaran yang dikaitkan dengan tujuan pergerakan belanja penduduk pada hari kerja dan akhir pekan. Pola spasial yang terjadi membentuk klaster berdasarkan nilai p-value 0,1 dan nilai z-score -26,9 pada hasil olah rata-rata tetangga terdekat.
EVALUASI PERSEBARAN LOKASI HALTE BRT KORIDOR MANGKANG-PENGGARON KOTA SEMARANG Harsantyo, Mareno; Rahdriawan, Mardwi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.75-85

Abstract

Permasalahan kemacetan di Kota Semarang sebagian besar diakibatkan oleh banyaknya kendaraan pribadi yang turun ke jalan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 43% (Badan Pusat Statistik, 2009). Peningkatan jumlah kendaraan pribadi di Kota Semarang disebabkan semakin mudahnya mendapatkan kendaraan pribadi, baik lewat pembelian secara tunai atau kredit (mengangsur). Peningkatan tersebut tidak didukung dengan kapasitas jalan khususnya dari sisi lebar dan kuantitasnya. Akibatnya jalan-jalan di kota menjadi macet. Upaya penyelesaian permasalahan kemacetan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang adalah pengadaan program angkutan umum massal, yaitu Bus Rapid Transit (BRT). BRT diharapkan dapat menciptakan tatanan transportasi yang lebih madani di Kota Semarang, sekaligus mampu menjawab kebutuhan pelayanan angkutan umum yang handal. Pengoperasian BRT diperlukan adanya fasilitas penunjang, salah satunya adalah halte. Penentuan lokasi dan jumlah halte memiliki peran yang penting dalam penggunaan moda BRT. Pembangunan halte yang tidak baik akan mengakibatkan bertambahnya permasalahan transportasi, karena banyak masyarakat yang seharusnya menjadi target pengguna BRT menjadi enggan untuk menggunakan moda ini. Keengganan tersebut dikarenakan masyarakat kesulitan saat akan memanfaatkan fasilitas yang ada. Hal ini dapat terlihat dari sisi teknis, seperti tidak efektifnya angkutan pengumpan (feeder), frekuensi tunggu BRT belum terjadwal. dan jarak antar halte yang masih berjauhan. Kenyataannya, pembangunan halte satu dan lainnya tidak berdasarkan identifikasi titik-titik konsentrasi calon penumpang, seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan. Seharusnya rapat renggangnya jarak halte BRT ditentukan sesuai kebutuhan calon penumpang, bukannya diatur dalam jarak tertentu. Untuk itu, dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi persebaran lokasi halte BRT Koridor Mangkang-Penggaron Kota Semarang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan distribusi frekuensi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara dan kuesioner. Tahapan analisis yang diterapkan dalam penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi karakteristik fisik lokasi halte BRT dan lokasi bangkitan pada lokasi halte BRT. Setelah itu, melakukan analisis persebaran lokasi halte BRT dengan melihat kriteria-kriteria yang digunakan dan yang terakhir adalah melakukan evaluasi berdasarkan hasil analisis. Berdasarkan hasil pembobotan dengan menggunakan aturan H.A Sturgess, maka didapatkan bahwa halte Simpang Lima, Balaikota, dan SMA 5 adalah persebaran lokasi halte BRT yang paling sesuai. Sedangkan halte Mullo, Gramedia, Pasar Bulu, dan ADA Pasar Bulu sudah sesuai serta halte RRI-SPBU dan Pandanaran masih kurang sesuai. Jika dilihat berdasarkan kriteria persebaran lokasi halte, maka kriteria yang sudah baik adalah kriteria pergantian moda serta keamanan dan keselamatan. Kriteria yang sudah cukup baik adalah kemudahan menggunakan halte BRT, dekat dengan pusat kegiatan, letak halte, dan waktu tempuh menuju halte. Sedangkan kriteria yang masih kurang adalah jarak antar halte dan dekat dengan jalur dan fasilitas pejalan kaki. Secara keseluruhan persebaran lokasi halte BRT sudah cukup baik. Kriteria yang dinilai cukup baik mempunyai bobot tertinggi dengan total 906 (49,81%). Kriteria persebaran lokasi halte BRT yang dinilai baik memiliki bobot 516 (28,37%), sedangkan yang termasuk dalam kriteria kurang mempunyai nilai 397 (21,83%). Berdasarkan hasil evaluasi, maka penentuan lokasi halte BRT yang menurut penilaian responden masih kurang disebabkan tidak diperhatikannya kriteria jarak antar halte, fasilitas pejalan kaki, dan peletakan halte dengan pusat aktivitas. Oleh karena itu, perlu penambahan jumlah halte pada daerah yang memiliki potensi untuk membangkitkan jumlah penumpang yang cukup tinggi. Lokasi-lokasi tersebut antara lain sebelum perempatan bangkong jalan A. Yani, depan Lawang Sewu, depan Museum Mandala bakti dan depan Carrefour Pemuda.
KAJIAN PERKEMBANGAN FISIK DAN TIPOLOGI KAWASAN PERMUKIMAN DI PUSAT PERTUMBUHAN KECAMATAN TEMBALANG, KOTA SEMARANG Suryani, Tia Adelia; Rahdriawan, Mardwi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.108-117

Abstract

Perkembangan kota terjadi akibat munculnya pusat pertumbuhan baru. Kecamatan Tembalang menjadi pusat pertumbuhan baru karena adanya kebijakan pemerintah yang menjadikan Kecamatan Tembalang sebagai kawasan pendidikan, Kecamatan Tembalang yang merupakan lokasi kawasan pendidikan merupakan salah satu pusat pertumbuhan kota Semarang menjadi pendorong berkembangnya segala akitivitas yang berimplikasi pada terjadinya perubahan pemanfaatan lahan. Bertambah luasnya kawasan permukiman dan berubahnya kondisi permukiman kemudian mengindikasikan adanya perbedaan jumlah dan kondisi sarana prasarana serta kualitas permukiman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Perkembangan Fisik dan Tipologi Kawasan Permukiman di Pusat Pertumbuhan Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan analisis spasial yang menggunakan Data Citra. Tipologi kawasan permukiman di Kecamatan Tembalang, mencerminkan suatu permukiman perkotaan yang telah dilengkapi dengan sarana prasarana, namun yang berada dalam kondisi baik hanya ditemukan di Kelurahan Sendangmulyo. Kualitas lingkungan Kawasan Permukiman sebagian besar termasuk dalam kriteria cukup layak ditemukan di  Kelurahan Rowosari, Kelurahan Meteseh, Kelurahan Kramas, Kelurahan Tembalang, Kelurahan Bulusan, Kelurahan Mangunharjo, Kelurahan Sambiroto, Kelurahan Jangli, Kelurahan Tandang, Kelurahan Kedungmundu, dan Kelurahan Sendangguwo. Hal ini terjadi karena kondisi pohon pelindung dan pola tata letak bangunannya buruk. Rekomendasi yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yaitu perlu dilakukan perbaikan prasarana lingkungan dan perbaikan Pola tata letak bangunan serta pengaturan pohon pelindung di Kawasan Permukiman Kecamatan Tembalang.
TINGKAT KEPUASAN BERMUKIM BURUH KAWASAN INDUSTRI LAMICITRA KECAMATAN SEMARANG UTARA, KOTA SEMARANG Manaf, Asnawi; Marsyukrilla, Eren
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.86-95

Abstract

Seiring dengan perkembangan pembangunan dan meningkatnya urbanisasi di Kota Semarang, rumah menjadi suatu kebutuhan utama. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah dengan aktivitas pereknomian yang cukup tinggi. Salah satunya aktivitas perindustrian yang menyerap banyak tenaga kerja buruh.Dengan latar belakang kondisi sosial ekonomi keluarga, aktivitas pekerjaan, dan kondisi bermukim buruh industri, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan fisik hunian, serta tingkat kepuasan bermukim buruh kawasan industri Lamicitra Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Dalam penelitian yang dilakukan, penyusun menggunakan pendekatan kuantitatif dan menyebarkan kuisioner kepada 132 responden buruh industri dengan metode simple random sampling di kawasan industri Lamicitra, Kecamatan Semarang Utara.Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terkait dengan status hunian buruh industri, buruh yang menumpang memilliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 48%, rumah miliki sendiri sebesar 30%, dan selebihnya sekitar 20% menempati rumah sewa. Sebanyak 48% dari jumlah responden yang bertempat tinggal dengan status menumpang tersebut sebagian besar masih tinggal di rumah orang tuanya. Hal ini tentulah masih sangat wajar jika dilihat dari usia dan status pernikahan yang masih belum menikah cukup tinggi. Jika ditinjau dari tingkat kepuasan bermukim, sebagian besar atau sekitar 34% responden menytakan puas dengan kondisi hunian mereka dan 29% menyatakan biasa saja. Sebanyak 51% responden menyatakan sudah sangat puas dengan kondisi hubungan bertetangga yang ada di hunian mereka dan selebihnya menyatakan biasa saja dengan persentase 25%. Kondisi ini tentu juga tidak lepas dari responden yang secara umum merupakan penduduk asli wilayah tersebut.
PROSES PENENTUAN LOKASI MINAPOLITAN DI KABUPATEN BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH Aryany, Putry Ayu
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.65-74

Abstract

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah percontohan pengembangan monapolitan bersama 24 sentra produksi perikanan budidaya lainnya di Indonesia pada tahun 2011. Pilot project ini terselenggara berdasarkan Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya KKP RI No. Kep.70/DJPB/2010 yang disusun dalam bentuk rencana induk kawasan minapolitan (RIKM). Penyusunan artikel ini bertujuan untuk melakukan kritisi terhadap proses penentuan zonasi kawasan minapolitan di dalam produk rencana induk kawasan minapolitan Banyumas. Kritisi ini dilakukan dengan membandingkan antara bagaimana proses penentuan lokasi minapolitan di dalam produk rencana dengan kriteria kawasan minapolitan dalam Pedoman Umum Minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 dan teori lokasi Weber. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil analisis didapatkan pemilihan lokasi minapolitan lebih baik dilakukan dengan pendekatan kebijakan, karena akan lebih sesuai dengan potensi dan keadaan eksisting. Sedangkan teori Lokasi Weber hanya sesuai untuk pemilihan lokasi pemasaran minapolitan.   

Page 1 of 1 | Total Record : 6